Kamis, 19 Juni 2014

pengelolaan bank rupiah di Indonesia

1) Pengelolaan Rupiah Bank Indonesia
Berikut adalah tahapan tahapan pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 
a. Perencanaan 
Perencanaan dan penentuan jumlah rupiah yang dicetak dilakukan Bamk Indonesia yang berkoordinasi dengan pemerintah antara lain terakit dengan asumsi tingkat inflasi, asumsi pertumbuhan ekonomi, rencana tentang macam dan harga rupiah, proyeksi jumlah rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah rupiah yang rusak dan yang ditarik dari peredaran. Adapun penyediaan jumlah rupiah yang beredar dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 
b. Pencetakan 
Penvetakan rupiah dilakukan oleh bank Indonesia dengan menunjuk BUMN sebagai pelaksana pencetakan rupiah dan harus menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing.
c. Pengeluaran 
Pengeluaran rupiah dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia, ditempatkan dalam lembaran Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa. Rupiah dibebaskan dari bea materai. Bank Indonesia menetapkan tanggal, bulan, dan tahun mulai berlakunya rupiah.
d. Pengedaran 
Bank Indonesia mengedarkan uang rupiah sesuai dengan kebutuhan jumlah uang yang beredar.
e. Pencabutan dan Penarikan 
Pencabutan dan penarikan rupiah dari peredaran dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonsia dan diberi penggantian sebesar nilai nominal yang sama.
f. Pemusnahan 
Pemusnahan rupiah dilakukan Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan pemerintah. Adapun kriteria yang dimusnahkan yaitu rupiah yang tidak layak edar, rupiah yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/atau kurang diminati masyarakat, dan/atau rupiah yang sudah tidak berlaku.
2) Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia terkait maraknya pemalsuan uang 
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional khususnya dibidang

ekonomi diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan perekonomian baik perdagangan barang dan jasa maupun hal-hal yang berkaitan dengan bidang moneter, serta meningkatkan dan mempertahankan kestabilan perekonomian nasional. Bertolak dari prnsip-prinsip tersebut diatas, adalah semestinya apabila segala perkembangan, perubahan dan kecendrungan global lainnya yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional serta pencapaian tujuan nasional, perlu diikuti dengan seksama sehingga secara dini dapat diambil langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam mengatasinya.Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi telah mendorong munculnya berbagai upaya yang dengan maksud demi kepentingan sendiri berusaha memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada. Motif ekonomi seringkali mendorong munculnya berbagai tindak pidana yang baru dan inovatif. Misalnya munculnya kejahatan cyber crime, money laundering, uang palsu, kejahatan perbankan dan lain sebagainya. Manusia cenderung mencari celah-celah hukum dengan kecanggihan tehnologi dan ilmu pengetahuan. Sepanjang ada niat dari manusia untuk memperkaya diri sendiri, sepanjang ada sarana / jalan yang dapat digunakan dan sepanjang ada tujuan / sasaran yang potensial untuk dapat dikuasai maka kesempatan untuk munculnya kajahatan jenis baru akan selalu ada. Kejahatan uang palsu merupakan salah satu jenis kejahatan yang sangat merugikan masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan konsumen. Bentuk kejahatan ini memiliki implikasi yang sangat luas baik bagi pelaku ekonomi secara langsung maupun sistem perekonomian negara secara nasional. Keberadaan uang palsu ditengah-tengah masyarakat akan membawa dampak dan pengaruh yang sangat besar. Masyarakat kita yang mayoritas adalah ekonomi menengah kebawah akan sangat terpengaruh dengan keberadaan uang palsu ini. Contoh yang dapat kita amati secara sederhana adalah jika seorang padagang keliling setiap harinya harus berkeliling untuk menawarkan barang dagangannya, sementara itu ia juga menjadi tulang punggung dan tumpuan keluarga yang harus membiayai isteri dan anaknya. Penghasilan per har hanya sekitar Rp. 15.000,00. Namun ia akan sangat terpukul jika ternyata uang hasil usahanya tersebut adalah uang palsu yang tidak dapat dimanfaatkan. Ia tidak hanya merugi karena tidak dapat digunakan untuk modal usahanya kembali, namun ia juga menopang hidup keluarganya.     
Kejahatan uang palsu ini juga membawa pangaruh yang lebih besar jika kita tengok dari perekonomian negara. Pemerintah secara dini telah menyadari pentingnya uang sebagai alat pembayaran yang sah yang sifatnya umum dan dapat diterima secara luas oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah telah berusaha sedapat mungkin untuk menciptakan alat pembayaran yang memiliki karakteristik yang unik yang tidak memungkinkan bagi orang lain

selain negara untuk dapat menciptakannya secara bebas. Sehingga diharapkan nantinya benar-benar pemerintahlah satu-satunya pemegang otoritas dalam penciptaan uang. Namun mengingat bahwa tugas-tugas yang diemban pemerintah sangatlah luas, maka pemerintah mendelegasikan tugas ini kepada lembaga yang bersifat independen dan kuat untuk dapat melaksanakannya. Bank Sentral Indonesialah yang memperoleh mandat dari negara guna melaksanakan tujuan utama yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Keberadaan usaha perbankan sendiri pada jaman Babylonia yang kemudian berkembang pada jaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno. Pada awal pendirian tersebut, tugas utama bank adalah sebagi tempat tukar menukar uang. Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka perkembangan perbankanpun semakin pesat, karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Sejarah perbankan di Indonesia memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan jaman penjajahan Hindia Belanda. 
Sedangkan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia berasal dari De Javasche Bank yang dinasionalisir pada tahun 1951. Bank Indonesia dibentuk berdasarkan ketentuan UU no. 13 tahun 1968 yang diperbarui dengan UU no. 23 tahun 1999 dan disempurnakan melalui UU no. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Intrumen yang menjadi sarana untuk mengontrol peredaran mata uang rupiah adalah perbankan khususnya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Indonesia. Besarnya jumlah uang palsu yang beredar dalam masyarakat akan membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi kestabilan perekonomian negara. Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat. Keberadaan uang palsu dapat mendorong terjadinya inflasi karena jumlah uang yang beredar menjadi tidak terkontrol dan melebihi batas. Yaitu karena pencetakan uang asli oleh pemerintah dilakukan oleh percetakan negara atas permintaan Bank Indonesia melalui perencaan dan pengaturan secara cermat sehingga tepat sasaran. Sehingga diperlukan peran-peran dari Bank Indonesia yang lebih signifikan untuk dapat menekan peredaran uang palsu di Indonesia.
Keberadaan uang palsu dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dengan kondisi stabilitas perekonomian negara. Masyarakat sering bertanya-tanya mengapa ada uang palsu dan mengapa uang tersebut bisa palsu serta apa akibat yang ditimbulkan oleh adanya uang palsu tersebut ? Bahkan ada sebagian uang yang berpendapat alangkah lebih baiknya jika setiap orang dapat membuat uang sendiri. Hal ini akan menjadi cara dan jalan keluar dalam menghadapi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang terjadi di negara kita. Masyarakat kini dihadapkan pada kondisi perkembangan dunia yang lebih global dan terbuka. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi lebih mudah mengalami perubahan dan penerimaan

nilai-nilai baru. Apa yang dulunya dipegang kuat oleh masyarakat kini bisa dengan mudah nilai-nilai tersebut lepas dan pudar dari masyarakat. Hal ini juga dapat kita lihat dalam sistem atau norma dalam perekonomian negara. Nilai-nilai akan kejujuran dan keterbukaan dalam berusaha kini dengan mudah digeser oleh desakan ekonomi atas pemenuhan kebutuhan hidup ataupun hanya sekedar untuk pemuasan hasrat konsumtif dan prestise dalam masyarakat. Hal ini dapat kita buktikan dengan munculnya kejahatan uang palsu. Para pelaku pemalsu maupun pengedarnya  dengan diam-diam menggunakan uang tersebut untuk transaksi keuangan yang dapat merugikan orang lain. Ini secara otomatis telah melanggar nilai-nilai kejujuran yang ada. Bahkan tidak jarang mereka yang secara tidak sadar menerima uang palsu tersebut kembali mempergunakan uang tersebut untuk transaksi lain dengan alasan agar tidak merugi. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita dapat kembali pada pemikiran pokok atas tujuan negara. Bahwa sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat telah secara tegas dikatakan bahwa negara bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Maraknya peredaran uang palsu dalam masyarakat dapat dikatakan merupakan akibat dari rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.Seperti juga diketahui bahwa hampir sekitar 80 % dari 200 juta penduduk Indonesia adalah golongan ekonomi lemah. Negara Indonesia telah menunjukkan eksistensinya sebagai negara demokrasi ekonomi. Disini diharapkan bahwa perekonomian nasional dibangun dari, oleh dan untuk rakyat. Setiap elemen dan unsur yang dibentuk sedapat mungkin melibatkan masyarakat sebagai komponen utama. Hal ini juga telah diperkuat dengan arah kebijakan perekonomian nasional yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Mulai dari kebijakan penetapan harga , kebijakan ekonomi luar negeri, kebijakan fiskal bahkan kebijakan moneter yang salah satunya tentang penerbitan mata uang Republik Indonesia. Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan penerbitan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah bagi masyarakat dengan nilai nominal yang bervariasi, yakni :  Rp. 100.000,00;  Rp. 50.000,00;  Rp. 20.000,00; Rp. 10.000,00;  Rp. 5.000,00;  Rp. 1.000.00;  Rp. 500,00;  Rp. 200,00; Rp. 100,00; Rp. 50,00
Mata uang-mata uang rupiah tersebut telah ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah  dan umum digunakan oleh masyarakat. Bank Indonesia sendiri telah menerbitkan uang tersebut dalam 2 bentuk, yakni mata uang kertas dan mata uang logam.  Hal ini dilakukan selain untuk memudahkan masyarakat dalam mempergunakannya juga dimaksudkan untuk memberikan variasi bentuk peda mata uang yang digunakan di Indonesia.Namun seperti kita ketahui bahwa usaha-usaha tersebut seolah-olah tidak berarti dengan maraknya peredaran uang palsu. Uang-uang tersebut beredar dengan cara-cara yang bervariasi seperti melalui

transaksi jual beli, penukaran mata uang, maupun melalui penyelundupan antar negara. Jumlah nominal uang yang dipalsukan juga tidak tanggung-tanggung. Umumnya para pelaku lebih mengincar mata uang dengn nilai nominal yang tinggi untuk dipalsukan, seperti mata uang Rp. 100.000,00, Rp. 50.000,00 serta Rp. 20.000,00. Selain dipandang lebih menguntungkan karena nilai nominalnya yang besar, pembuatan uang palsu tersebut juga sebanding dengan ongkos produksi yang dikeluarkan. Sehingga para pelaku tetap memperoleh keuntungan yang menjanjikan.  Proses globalisasi yang mendunia akan membawa pengaruh yang sangat luas. Adanya perubahan tersebut akan memaksa suatu bangsa untuk mengikuti arus perkembangan jaman. Proses transfer teknologi, komunikasi dan transportasi menjadi begitu mudah dan cepat. Adanya keinginan dari negara-negara maju untuk mengembangkan bisnis dan usahanya telah mendorong proses alih teknologi menjadi semakin cepat. Sehingga tidak mengherankan bahwa perangkat seperti komputer, internetmaupun faximile sudah sangat umum dikenal oleh masyarakat. Kita dapat mengamati bahwa salah satu faktor pendorong munculnya kejahatan uang palsu ini adalah karena semakin canggihnya teknologi yang ada saat ini. Berbekal kemampuan mengoperasikan komputer inilah para pelaku tindak pidana pemalsuan uang memulai aksinya. Mereka mampu menghasilkan uang palsu yang mirip dengan mata uang yang asli jika kita lihat secara sepintas.  Namun sudah dapat dipastikan bahwa sesuatu yang palsu tentu berbeda dengan aslinya. Baik dalam hal warna, bahan maupun kualitas cetakan uang yang dihasilkan.  Perbandingan kualitas uang palsu dengan uang asli sendiri ada beberapa macam, mulai dari perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan seterusnya. Angka perbandingan ini menunjukkan kualitas detail uang palsu jika dibandingkan uang yang asli.  Semakin kecil angka perbandingan tersebut, maka akan semakin mirip uang palsu tersebut dengan uang yang asli. Seperti juga kita ketahui bahwa tindak pidana uang palsu ini termasuk dalam tindak pidana yang memiliki motif / latar belakang sosial ekonomi, meskipun terkadang ada motif-motif lain. Menurut ensiklopedia crime and justice tindak pidana dibidang ekonomi dibedakan dalam 3 golongan, yaitu :Property crimes; Regulatory crimes; Tax crimes.
Property crimes sebagai salah satu tipe tindak pidana dibidang ekonomi meliputi obyek yang dikuasai individu ( perorangan ) dan juga yang dikuasai oleh negara. Ada beberapa tindakan yang termasuk dalam property crimes seperti :
1.      Tindakan pemalsuan ( untuk segala objek ) ( forgery )
2.      Tindakan penipuan yang merusak ( the fraudelent destruction )
3.      Tindakan memindahkan / menyembunyikan instrumen yang tercatat / dokumentasi ( removal or concealment of recordable instrument )
4.      Tindakan mengeluarkan cek kosong ( passing bad checks )

5.      Menggunakan kartu kredit ( credit card ) yang diperoleh dari pencurian dan kartu kredit yang ditangguhkan
6.      Praktik usaha curang ( deceptive business praktices )
7.      Tindakan penyuapan dalam kegiatan usaha ( comercial bribery )
8.      Tindakan perolehan / pemilikan sesuatu dengan cara tidak jujur / curang ( the rigging of contest )
9.      Tindakan penipuan terhadap kreditur beritikad baik
10.  Pernyataan bangkrut dengan tujuan penipuan
11.  Perolehan deposito dari lembaga keuangan yang sedang pailit
12.  Penyalahgunaan dari asset yang dikuasakan
13.  Melindungi dokumen dengan cara curang dari tindakan penyitaan
Dengan kata lain bahwa tindak pidana uang palsu tersebut juga termasuk dalam tindak pidana dibidang ekonomi.
Kejahatan mengenai uang palsu tersebut telah diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) kita. KUHP yang telah berlaku sejak jaman Hindia Belanda terus menjadi pedoman bagi penegakan hukum pidana di Indonesia. Dalan Buku II KUHP, yang dulu bernama WvS ( Wetboek van Stafrecht ) telah diuraikan mengenai bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk dalam kejahatan / tindak pidana. Kejahatan tentang uang palsu ini telah diatur dalam Buku II KUHP dalam Pasal 244 sampai dengan Pasal 252 KUHP, ditambah dengan Pasal 250 bis. Sedangkan Pasal 248 telah dihapuskan melalui Statsblad 1938 no. 593. Diantara pasal-pasal tersebut terdapat 7 pasal yang merumuskan tentang kejahatan uang palsu, yakni Pasal 244, 245, 246, 247, 249, 250 dan pasal 251 KUHP. Bentuk kejahatan uang palsu memang memiliki kerakteristik yang beragam. Hal ini telah secara sadar diantisipasi oleh KUHP. Pemerintah juga telah secara sistematis menyiapkan aturan hukum untuk melindung kinerja perekonomian negara yang tidak bisa kita lepaskan dengan uang sebagai alat pembayaran masyarakat. Kejahatan mengenai uang palsu merepakan kejahatan yang tidak lepas dari pengaturan KUHP. Bentuk kejahatan ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perekonomian negara. Dan jika kita menengok sistem perekonomian negara kita, maka kita tidak bisa lepas dari keberadaan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia. Berangkat dari hal inilah maka penulis dalam penelitian ini akan mengkaji bagaimanakah usaha-usaha Bank Indonesia dalam memberantas peredaran uang palsu berdasarkan ketentuan Pasal 244 dan 245 KUHP.
3) Dampak pada stabilitas perekonomian Indonesia 

Untuk menanggulangi tindak pidana di bidang mata uang, perlu ada paradigma baru dalam menangani berbagai perkara kejahatan tersebut. Hal itu dengan ditekankan pada pemahaman tindak pidana di bidang mata uang. Utamanya pemalsuan uang bukan kejahatan yang sama dengan pemalsuan dokumen biasa.
Alasannya, pemalsuan uang menimbulkan dampak luas, seperti menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, mengacaukan stabilitas perekonomian, bahkan mengurangi wibawa negara.
Menurut Oey Hoey Tiong, Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia, menurunnya kepercayaan terhadap rupiah akan menimbulkan biaya ekonomi lebih besar yang harus ditanggung negara. Sesuai Pasal 7 UU BI, BI memiliki tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Ini berarti BI perlu melakukan intervensi pasar yang membutuhkan biaya besar.
''Selain itu, sebagai negara berkembang dengan daya beli masyarakat lemah, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat akibat kejahatan mata uang akan semakin memperburuk kondisi ekonomi,'' katanya dalam Semiloka tentang Kejahatan terhadap Mata Uang dan Pengenalan Ciri-ciri Keaslian Mata Uang Rupiah di Kantor BI Semarang Rabu (1/3).
Sanksi Berat
Lebih lanjut dia mengatakan besarnya dampak kejahatan mata uang terhadap masyarakat dan perekonomian negara, maka sudah sewajarnya negara menerapkan sanksi yang berat.
Selain sanksi, pemerintah juga hendaknya mampu membuat security features yang canggih untuk menghindarkan adanya kemungkinan pemalsuan uang. Dengan demikian uang itu dapat digunakan dalam jangka waktu lama antara 5-7 tahun. Sebelumnya diberitakan Suara Merdeka, pertengahan Februari lalu ditemukan tindak pemalsuan uang senilai Rp 1,3 miliar dengan pecahan Rp 100.000 dengan tahun emisi terbaru.
Menurut Oey, kejahatan ini semakin canggih. Saat ini DPR telah mulai memprakarsai penyusunan RUU Mata Uang yang sudah masuk dalam prioritas dalam Prolegnas 2005-2009. Dalam UU itu perlu dicantumkan ancaman pidana dan denda minimal agar tujuan pemidanaan lebih efektif, yakni menimbulkan efek jera.
''Dari berbagai kasus tindak pidana di bidang mata uang, hukuman pidana yang dijatuhkan kepada para pelaku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku relatif rendah,'' katanya. (mhr-33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar